Tertib
merupakan suatu sikap yang sangat baik dalam sendi kehidupan kita.
Tertib akan menjadikan segalanya teratur dan menyenangkan. Tanpa adanya
ketertiban, maka akan terjadi kekacauan. Kita semua mengetahui bahwa
keteraturan sesungguhnya diperlukan agar lingkungan sekitar kita menjadi
nyaman.
Contoh yag
paling ringan, di perempatan atau pertigaan jalan biasanya dipasang
lampu pengatur lalu lintas (lampu APILL). Pemasangan lampu tersebut
dimaksudkan agar lalu lintas menjadi teratur dan tidak semrawut, sehinga
kecelakaan dapat dihindari. Namun apabila hal itu tidak dipatuhi maka
jalan akan kacau yang akan memicu terjadinya kecelakaan. Kalau kebetulan
ada polisi yang sedang bertugas, semrawutnya jalan pasti tidak akan
terjadi.
Tertib
berlalu lintas memang harus ditegakkan. Banyak bentuk lain dalam hal
ketertiban di jalan raya, seperti memakai helm pengaman yang memenuh
standar keselamatan, tidak melebihi batas kecepatan maksimal, mematuhi
rambu-rambu yang sudah ada serta aturan lalu lintas yang lain. Dalam hal
ini mengemudi secara ugal-ugalan termasuk bentuk kategori
ketidaktertiban seorang pengendara di jalan raya, bahkan dapat
membahayakan pengguna jalan lainnya. Demikian pula menerima telpon atau
sms-an di dalam kendaraan yang sedang melaju, dapat mengakibatkan
kecelakaan.
Pedagang
kaki lima pun banyak yang tidak berlaku tertib. Dengan alasan sebagai
rakyat kecil yang butuh makan, mereka seenaknya menempatkan lapak
dagangannya di sepanjang trotoar yang disediakan bagi pejalan kaki.
Tindakan seperti ini berarti telah merampas hak pejalan kaki. Hal ini
menyebabkan para pejalan kaki harus melalui badan jalan yang jelas akan
membahayakan dirinya. Itu pun kalau tepi jalan bersih, tidak digunakan
untuk parkir mobil atau motor. Lha, kalau tepi jalan saja digunakan
untuk parkir, lantas hak pejalan kaki terus dikemanakan?
Malangnya,
budaya tertib ternyata susah ditegakkan. Orang mungkin merasa enggan
atau keberatan melakukan budaya tertib yang seharusnya mudah dilakukan
ini. Bahkan aparat pun terkadang tidak berlaku tertib dalam melayani
masyarakat. Jika ini sering terjadi, budaya tertib akan sulit diwujudkan
di lingkungan kita.
Bagaimana
masyarakat mau tertib, lha wong aparat pemerintah yang seharusnya
menjadi contoh saja tidak dapat berlaku tertib. Itu bukan omong kosong
adanya, namun sering terjadi. Anda mungkin sering melihat pegawai
pemerintah dengan seragam lengkap yang berangkat ke kantor di atas jam
08.00. Tak jarang ada yang baru sampai kantor jam 09.00, pulangnya pun
lebih cepat dari waktu yang sudah ditentukan. Tertibkah ini?
Terkadang
ada juga yang sering keluyuran kesana kemari saat jam kerja. Entah itu
di pusat perbelanjaan, tempat wisata atau hanya sekedar dengan alasan
ngopi di luar kantor. Saat lebaran, ketika masuk kerja di hari pertama
masih banyak yang mangkir dengan berbagai macam alasan. Lha piye to
coba???
Disamping
itu masih juga ditemukan adanya pungli (pungutan liar) di sejumlah
instansi. Yang satu ini, rasanya malah semakin membudaya dan sudah
menjadi rahasia umum. Sangat sulit sekali mengikis habis iuran tidak
resmi semacam ini.
Kita ambil
contoh dalam pembuatan KTP. Di tempat saya, membuat KTP hanya dikenai
biaya Rp. 3000,- tidak lebih dan KTP jadi paling lama memakan waktu tiga
hari, seharusnya satu haripun sudah bisa jadi. Di beberapa tempat
bahkan ada yang satu hari jadi dengan biaya yang sama atau mungkin
gratis. Bandingkan dengan tempat lain, barangkali ada yang dikenai biaya
lebih dari itu bahkan sepuluh kali lipatnya dan waktunya pun lebih
lama. Belum lagi urusan-urusan yang lainnya, tetap kena biaya lain-lain
juga.
Jika masih
harus ditambah dengan berbagai kasus korupsi, kolusi dan nepotisme yang
membelilit negara kita saat ini, tentu kita akan semakin merasakan bahwa
ketertiban di negeri ini sudah sangat semakin diabaikan. Peraturan yang
mestinya ditegakkan malah dilanggar sendiri oleh yang membuat aturan.
Itu yang
aparat pemerintah, masyarakat sendiri pun ternyata lebih banyak yang
mengabaikan budaya tertib, misalnya dalam hal membuang sampah.
Pemerintah sudah sangat dipusingkan oleh soal yang satu ini. Kira-kira
akan terlihat bersih nggak ya kalau sampah masih berserakan. Tentu tidak
bukan? Terlebih di tengah kota, pasti akan membuat pemandangan jadi
jelek, kumuh dan menjijikkan. Walaupun sudah banyak tempat sampah
tersedia, rasanya itu tak lebih dari sekedar hiasan belaka.
Kesadaran
masyarakat dalam membuang sampah masih perlu ditingkatkan agar
kebersihan dapat tercipta. Masyarakat perlu ditata ulang kesadarannya
untuk membuang sampah pada tempatnya, tidak sembarangan. Membuang sampah
ke sungai pasti akan mencemari lingkungan sungai itu sendiri.
Tak jarang,
di berbagai sudut kota sering juga tercium aroma yang tidak sedap yang
berasal dari manusia. Siapa lagi kalau bukan orang kencing di sembarang
tempat. Bau pesing pun kadang tercium di pusat kota sehingga akan
memperburuk citra kota yang bersangkutan. Entah siapa yang berbuat
seperti itu, yang jelas mereka bukanlah kategori binatang semacam kuda
penarik dokar atau andong.
Budaya
tertib tak hanya bisa dilakukan di satu tempat saja. Di lingkungan
sekolah, rumah sakit, pertokoan, kantor-kantor, sarana transportasi,
demikian juga di tempat-tempat umum lainnya kita dapat berlaku tertib.
Tertib pada diri sendiri, tertib pada orang lain, juga tertib pada
lingkungan. Masih banyak lagi contoh ketidaktertiban yang sering kita
temui dalam kehidupan sehari-hari.
Mari kita tanyakan pada diri sendiri, apakah kita sudah berlaku tertib?
Kalau budaya
tertib itu sendiri sebenarnya mudah dilakukan, mengapa masih banyak
yang mengabaikannya? Dai kondang Aa Gym sering mengatakan bahwa segala
sesuatu akan lebih baik kalau kita mulai dari tiga hal, yaitu mulai dari
hal kecil, mulai dari diri sendiri, mulai saat ini. Budaya tertib
mestinya juga bisa ditingkatkan berawal dari tiga hal tadi, sehingga
dalam lingkup lebih luas akan tercipta ketertiban sosial yang dapat
dirasakan bersama.
Budaya tertib mana lagi yang perlu kita tingkatkan?
Sumber : http://halamanputih.wordpress.com/2012/08/26/budaya-tertib-mesti-ditingkatkan/